Terlahir
dari sebuah desa terpencil, ramai dengan orang-orang yang buta huruf, haus akan
pendidikan dan jauh dari keramaian kota. Desa Benteng Palioi, ya itulah nama
Desanya yang dulu, sekarang berubah menjadi Desa Somba Palioi. Di Desa itulah
aku lahir, dan mengenyam bangku pendidikan di Sekolah Dasar selama 8 tahun.
Mengapa 8 tahun? Bukankah SD itu hanya 6 tahun?. Iya 6 tahun bagi mereka-mereka
yang otaknya normal. Beda denganku yang saat itu otaknya eror. Belum bisa
berhitung, perkalian, pengurangan, pada hal 2 tahun sudah duduk di bangku kelas
1 SD. Itulah Risal yang dulu. insyaAllah Risal yang sekarang sudah berubah. J.
Perjalanan
hidup yang aku jalani, mulai dari kanak-kanak hingga duduk dibangku SD, SMP,
SMA dan bahkan duduk dibangku kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU)
Darul Hikmah Kota Bekasi, disamping itu juga mengajar Qur’an di lembaga Rumah
Qur’an Mulia pusat dan cabangnya. Yang namanya rintangan hidup sudah menjadi
teman akrab alias sahabat yang paling dekat dalam hidupku. Aku tidak pernah
menawarkannya untuk menjadi sahabat dalam hidupku, tapi malah ia yang
menawarkan persahabatan itu. Namun, persahabatn itu ia jadikan sebagai musuh
dalam selimut. Dan tanpa persetujuan dariku, ia hadir dalam setiap tahun,
bulan, pekan, hari, menit dan bahkan setiap detik dalam hidupku. Ia begitu
dekat denganku. Sudah terlalu sering ia membuat hatiku menangis, dan meratapi
perjalanan hidupku di dunia ini. ia tidak pernah berbicara, ia hanya membisu
bagaikan patung batu, tapi sekali bergerak, aku membutuhkan kesabaran yang
super dalam, stamina yang kuat, menghapus air mata, dan mengusap dada untuk
menghadapinya. Rintangan hidup itu, ia datang silih berganti, dan tidak pernah
berhenti bagaikan gelombang air laut. Ia tetap berselimut denganku dalam
kehidupan di dunia ini. mungkin ia merasakan kehangatan dalam selimut itu, tapi
aku merasakan panas yang tidak ada duanya dalam selimut itu.
Ia
tidak pernah perduli dengan sakit, kelelahan, keletihan dan kesabaran yang aku
rasakan untuk menghadapinya. Ia tidak pernah peduli berapa banyak air mata yang telah aku
jatuhkan dan ku biarkan ia mengalir begitu saja. Namun, aku tidak pernah
berdiam diri ketika aku terjatuh karenanya. Ku paksa diriku untuk bangkit
kembali, terus bergerak, bekerja keras, berusaha dan berdo’a untuk menggapai
apa yang aku inginkan di dunia ini dan lebih-lebih lagi untuk akhirat meski ia
terus datang untuk mematahkan segala pengharapanku. Pagi, siang, sore dan malam
aku terus bertarung melawannya. Ia tidak pernah aku kalahkan, begitu pun
dengannya, ia tidak pernah mampu mengalahkanku. Ketika ia mengeluarkan 100
jurus untuk menjatuhkanku dan mematahkan
semangat serta harapanku, aku mengeluarkan 1.000 jurus untuk menenggelamkannya
ke dalam perut bumi. Tapi ia begitu kuat, ia tidak pernah aku kalahkan dan aku
belum pernah berhasil untuk menenggelamkannya ke dalam perut bumi. Paling aku
hanya bisa melemparkannya ke dasar laut. Namun, ia tetap kembali bersama
sayap-sayapnya. Senyum yang menyapanya saat ia datang kembali untuk
menjatuhkanku yang sekian kalinya. Tapi, aku akan terus bertarung melawannya,
membulatkan niat dan tekadku bahwa aku
punya mimpi yang harus aku capai di dunia ini dan di akhirat nanti. Ketika ia
berdiri tegak di hadapanku, aku langkah tegak maju untuk menabraknya.
Entah
sampai kapan rintangan hidup itu pergi dan menjauh dari hidupku. Sampai detik
ini, aku masih bertarung melawannya dan menunggu waktu yang menentukan siapakah
yang akan menang pada akhirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar