Sabtu, 12 September 2015

Pertarungan Antara Aku dan Rintangan Hidup


Terlahir dari sebuah desa terpencil, ramai dengan orang-orang yang buta huruf, haus akan pendidikan dan jauh dari keramaian kota. Desa Benteng Palioi, ya itulah nama Desanya yang dulu, sekarang berubah menjadi Desa Somba Palioi. Di Desa itulah aku lahir, dan mengenyam bangku pendidikan di Sekolah Dasar selama 8 tahun. Mengapa 8 tahun? Bukankah SD itu hanya 6 tahun?. Iya 6 tahun bagi mereka-mereka yang otaknya normal. Beda denganku yang saat itu otaknya eror. Belum bisa berhitung, perkalian, pengurangan, pada hal 2 tahun sudah duduk di bangku kelas 1 SD. Itulah Risal yang dulu. insyaAllah Risal yang sekarang sudah berubah. J.

Perjalanan hidup yang aku jalani, mulai dari kanak-kanak hingga duduk dibangku SD, SMP, SMA dan bahkan duduk dibangku kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Darul Hikmah Kota Bekasi, disamping itu juga mengajar Qur’an di lembaga Rumah Qur’an Mulia pusat dan cabangnya. Yang namanya rintangan hidup sudah menjadi teman akrab alias sahabat yang paling dekat dalam hidupku. Aku tidak pernah menawarkannya untuk menjadi sahabat dalam hidupku, tapi malah ia yang menawarkan persahabatan itu. Namun, persahabatn itu ia jadikan sebagai musuh dalam selimut. Dan tanpa persetujuan dariku, ia hadir dalam setiap tahun, bulan, pekan, hari, menit dan bahkan setiap detik dalam hidupku. Ia begitu dekat denganku. Sudah terlalu sering ia membuat hatiku menangis, dan meratapi perjalanan hidupku di dunia ini. ia tidak pernah berbicara, ia hanya membisu bagaikan patung batu, tapi sekali bergerak, aku membutuhkan kesabaran yang super dalam, stamina yang kuat, menghapus air mata, dan mengusap dada untuk menghadapinya. Rintangan hidup itu, ia datang silih berganti, dan tidak pernah berhenti bagaikan gelombang air laut. Ia tetap berselimut denganku dalam kehidupan di dunia ini. mungkin ia merasakan kehangatan dalam selimut itu, tapi aku merasakan panas yang tidak ada duanya dalam selimut itu.

Ia tidak pernah perduli dengan sakit, kelelahan, keletihan dan kesabaran yang aku rasakan untuk menghadapinya. Ia tidak pernah  peduli berapa banyak air mata yang telah aku jatuhkan dan ku biarkan ia mengalir begitu saja. Namun, aku tidak pernah berdiam diri ketika aku  terjatuh  karenanya. Ku paksa diriku untuk bangkit kembali, terus bergerak, bekerja keras, berusaha dan berdo’a untuk menggapai apa yang aku inginkan di dunia ini dan lebih-lebih lagi untuk akhirat meski ia terus datang untuk mematahkan segala pengharapanku. Pagi, siang, sore dan malam aku terus bertarung melawannya. Ia tidak pernah aku kalahkan, begitu pun dengannya, ia tidak pernah mampu mengalahkanku. Ketika ia mengeluarkan 100 jurus  untuk menjatuhkanku dan mematahkan semangat serta harapanku, aku mengeluarkan 1.000 jurus untuk menenggelamkannya ke dalam perut bumi. Tapi ia begitu kuat, ia tidak pernah aku kalahkan dan aku belum pernah berhasil untuk menenggelamkannya ke dalam perut bumi. Paling aku hanya bisa melemparkannya ke dasar laut. Namun, ia tetap kembali bersama sayap-sayapnya. Senyum yang menyapanya saat ia datang kembali untuk menjatuhkanku yang sekian kalinya. Tapi, aku akan terus bertarung melawannya, membulatkan niat dan tekadku  bahwa aku punya mimpi yang harus aku capai di dunia ini dan di akhirat nanti. Ketika ia berdiri tegak di hadapanku, aku langkah tegak maju untuk menabraknya.


Entah sampai kapan rintangan hidup itu pergi dan menjauh dari hidupku. Sampai detik ini, aku masih bertarung melawannya dan menunggu waktu yang menentukan siapakah yang akan menang pada akhirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar