Selasa, 30 Desember 2014

Hukum Tahun Baru Masehi Dalam Islam dan Kerugiannya


Tidak terasa waktu terus berlalu, bumi yang berputar dengan porosnya begitu cepat rasanya. Diakhir tahun ini, hari rabu 31 Desember 2014 . Ribuan bahkan jutaan orang Islam di Indonesia khususnya daerah Jakarta berbondong-bondong menuju tempat untuk merayakan hari raya orang-orang kafir yang biasa disebut malam tahun baru Masehi. Baik itu dari kalangan anak jalanan, siswa, mahasiswa bahkan orang-orang yang sudah berkeluarga dan bercucu punya semangat 45 dalam merayakan hari besar orang-orang kafir. Kadang batin ini berteriak dan menangis histeris melihat saudara-saudara seagama dan seimanku yang terjerat oleh hari besar orang-orang kafir. Tapi, diri ini belum sanggup untuk menahan  mereka hanya bisa mengingatkan via tulisan ini. Hanya orang-orang yang punya iman yang kuat dan benar-benar mencintai Agama Islam yang selalu siap mendengar nasehat akan perayaan tahun baru ini. kadang ku termenung sendiri yang disertai dengan kesedihan yang sangat mendalam, saudara seagamaku begitu mudah terpengaruh dengan kesenangan dunia yang bersifat sementara di malam tahun baru orang-orang kafir. Yang keluar dari mulut mereka adalah nyanyian sambil berlenggok-lenggok ke sana ke mari dan lupa dengan ayat-ayat Al-Qur’an, lupa dengan sunnah-sunnah Rasulullah SAW dan paling parah adalah lupa kepada Allah SWT. Yang paling menyedihkan adalah anak-anak lulusan pesantren yang kuliah di kampus umum masih juga terjerat. Kenapa?? L. entahlah … berbeda halnya dengan pergantian tahun baru Hijriyah, banyak masyarakat Islam yang tidak merayakannya, bahkan sekedar tau saja mereka mungkn tidak. Memang perayaan tahun baru Hijriyah tidak dituntut untuk merayakannya dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat kota dengan tujuan yang tidak jelas. Tetapi lebih kepada bagaimana memaknainya.

Sejak abad ke-7 Sebelum masehi bangsa romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.  Pada tahun 45 Sebelum Masehi Kaisar Julius Cesar mengganti kalender tradisional dengan kalender Julian. Urutan bulan menjadi Januarius, Februarius, Martius, Aprilis, Maisus, Lunius, Quintlis, Sextilis, September, October, November, December. Di tahun 44 Sebelum Masehi , Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintils” dengan namanya yaitu “Julius” (juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah junius, masuk Julius. Kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi diseluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul kalender Gregorian. Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, diambil dari nama Dewa romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.  Orang Romawi merayakan tahun baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada Kaisar.
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristiani. Namun kenyataanya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasioanl untuk semua warga dunia. Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi (Musuh Islam) yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi  1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.

Nah…bagaimana dengan pandangan Islam kawan? Agama yang kita cinta, yang setiap hari kita melaksanakn shalat lima waktu yang menciri khaskan bahwa kita adalah orang Islam yang sejati. Firman Allah SWT dalam surah Al-Furqan ayat 72 “dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah , mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya”. Dalam ayat tersebut terdapat kata “Al Zur” (Perbuatan yang tidak berfaedah). Menurut para ulama tafsir, maksud Al-Zur adalah perayaan-perayaan orang kafir (ibnu katsir 6/130). Jelas dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum musyrikin. Hadits Shahih Al-Bukhari dan Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW “ Sesungguhnya bagi setiap kaum (Agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul Adha) adalah perayaan kita “. Oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan maksud hadits tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum Musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371). Sahabat Abdullah Bin Amr RA memperingatkan dalam sunan Al-Baihaqi “Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka sampai meninggal dunia dalam kedaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat”. Kawan, tidak tergeserkah hati kita ini, tidak adakah rasa takut kita kepada Allah jika kematian datang menjemput kita dimalam tahun baru (hari raya orang-orang kafir). Maukah kitah dibangkitkan  oleh Allah dihari akhir nanti bersama orang-orang kafir? Jangan, kawan, Jangan!! Sementara beberapa waktu yang lalu, kita semua sudah melewati tahun baru Muharram., dengan sepi tanpa gemuruh apa pun.
Kembali kita merenung sejenak hadits Nabi SAW “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (HR, Abu Dawud, Ahmad dan disahikan Ibnu Hibban).
Apa sih bentuk menyerupai orang kafir dalam hari besar mereka? Ini jawabannya.
1.   Hari untuk beribadah kepada Tuhannya, seperti hari raya wafat Jesusu Kristus, Paskah, Misa, Natal, Tahun Baru Masehi dan semisalnya.
2.    Hari besar yang awalnya menjadi Syi’ar (symbol) orang-orang kafir, lalu dengan berjalannya waktu berubah menjad tradisi dan perayaan global.

Telah jelas bahwa perayaan tahun baru Masehi tidak pernah dilakukan oleh sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. disamping itu, merayakan tahun baru terdapat beberapa kerugian bagi Umat Islam:

1.     Merayakan tahun baru berarti merayakan ‘Ied (perayaan yang haram)
Anas Bin Malik mengatakan “orang-orang Jahiliyah dulu memiliki 2 hari (hari Nairuz dan Mihrojan) disetiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau mengatakan “dulu kalian memliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu Idhul Fitri dan Idhul Adha”. Namun setelah itu muncul berbagai perayaan di tengah kaum Muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniu-niru orang kafir. Diantara perayaan yang saya maksud adalah tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti diluar perayaan yang Nabi SAW maksudkan sebagai perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikataakan baik yaitu Idhul Fitri dan Idhul Adha.

 2.        Merayakan tahun baru berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Rasulullah SAW bersabda “kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta”. Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah SAW “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi? Beliau menjawab “ selain mereka, lantas siapa lagi?”.

3.     Merayakan amalan yang tanpa tuntunan dimalam tahun baru.
4.   Terjerumus dalam keharaman dengan mengucapkan selamat Tahun Baru.
Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan “adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang yang kafir (seperti mengucakan selamat natal, pen)adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan ‘semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’ atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya”.

5. Meninggalkan perkara wajib yaitu shalat 5 waktu.
Ini mungkin masih ada yan melaksanakn shalat sih, tapi yah…begitulah  ya. Cuma sekian persen.

6.      Begadang tanpa ada hajat
Diriwayatkan dari Abi Barzah beliau berkata “Rasulullah SAW membenci tidur sebelum isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya”.

7.   Terjerumus ke dalam zinah.
Kalau masalah ini juga banyak yang terjadi kawan

8.  Meniru perbuatan setan dan melakukan pemborosan
9.    Menyia-nyiakan waktu yang begitu berharga.


Yapp, itulah sekilas tentang tahun baru. Semoga bermanfaat. Kalau belum puas. Artikel di internet banyak bangat mengenai tahun baru. Namun intinya sama yaitu “haram, dan mengikuti hari raya orang-orang kafir” penjelasannya aja yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar