Jumat, 24 Maret 2017

Akibat Makanan yang Haram


Sungguh banyak kaum Muslimin pada masa sekarang ini menggampangkan masalah keharaman. Mereka terjerumus di dalamnya dan berlomba-lomba kepadanya, terutama dalam urusan harta. Akibatnya, kehalalan bagi mereka adalah apa yang berada di tangan walaupun itu keharaman yang jelas tiada syubhat di dalamnya. Mereka mentakwilkannya dengan takwil-takwil serampangan, pertimbangan murahan, dan siasat-siasat lemah yang hanya menambah keharaman itu semakin diharamkan dan menambah kezhaliman semakin pekat. Syaitanlah yang menarik mereka kepadanya, dan kecintaan kepada dunia serta mengikuti hawa nafsu mendorong mereka ke dalam kelemahan iman dan kurang amanah. Karena itu, jangan heran bila engkau melihat dan mendengar setiap hari ada orang yang jatuh ke dalam lumpur keharaman yang hina. Ia menjual Agama dan amanahnya dengan harta dunia yang sedikit. Na’udzubillahi min dzalik.
Banyak kenyataan-kenyataan di luar sana yang telah kita saksikan. Orang-orang yang tidak takut kepada Allah, orang-orang yang imannya masih sangat lemah dan orang-orang yang masih menjadi babu-babu syaithan. Mereka-mereka itulah yang tidak mengenal halal haramnya sesuatu. Pada hal, Allah telah menyempurnakan nikmat untuk kita, dan menyempurnakan Agama untuk kita, dengan menjadikannya sebagai Agama yang lengkap lagi sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan. Dengan Allah menjaga lima kebutuhan paling primer: agama, akal, kehormatan, jiwa dan harta.
Dalam tulisan sederhana ini, saya akan menjelaskan 6 akibat makanan yang haram.

1.       Menghilangkan keberkahan

Allah berfirman :
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS. Al-Baqarah: 276)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “penjual dan pembeli itu berada dalam khiyar selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan transparan, maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Sebaliknya, jika menyembunyikan dan berdusta, maka dihapuskan keberkahan jual belinya”. (HR. Bukhari dan An-Nasa’i).

Lihatlah saudaraku, tentang akibat dusta dan bertransaksi dengan keharaman berupa riba, kecurangan dan selainnya, sesungguhnya itu menghilangkan keberkahan. Siapa yang melakukan kecurangan dan menyembunyikan cacat barang karena menginginkan keuntungan lebih, maka ia dihukum dengan kebalikan tujuannya, yaitu hilang keberkahan harta yang diambilnya. Meskipun bertambah secara kuantitas, tapi tiada keberkahan di dalamnya, atau ia didera musibah, petaka, penyakit atau suatu peristiwa, lalu ia membelanjakan harta tersebut untuk mengatasi musibah yang menimpanya. Namun, jika jujur dan menjelaskan cacat barang serta tulus kepada saudaranya sesama muslim, maka harga barang itu menjadi sedikit, tapi Allah Ta’ala memberkahi harta tersebut. Banyak orang pada masa sekarang mengeluhkan sedikitnya keberkahan harta padahal hartanya banyak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “sumpah itu melariskan barang dagangan tapi menghilangkan keberkahan”. (HR. Al-bukhari).

Bersumpah, yaitu bersumpah atas jual beli, dan ini tidak boleh. Memang dapat melariskan barang dagangan, yaitu terjual dengan harga yang banyak, tapi tidak ada keberkahan pada harta ini. Lalu apa gunanya?!
Banyak pebisnis pada masa sekarang mengalami kebangkrutan dan hutang mereka menumpuk tidak lain karena disebabkan muamalah yang diharamkan, terutama riba. Semoga Allah melindungi kita darinya dan dari segala keharaman.

       2.  Do’a tidak terkabul

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sa’ad bin Waqqassh: “wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu, niscaya do’amu terkabul”. (HR. ath-Thabrani)

 Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh beliau menyebutkan orang yang menempuh perjalanan panjang dalam keadaan rambut kusut, tubuh berdebu, ia mengangkat kedua tangannya seraya berucap ‘Wahai Rabb, Wahai Rabbi!’ sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makanan dari yang haram, maka bagaimana mungkin do’anya terkabul?”. (HR. Muslim).

Perhatikanlah, semoga Allah merahmatimu. Pengaruh makan haram dalam menghalangi terkabulnya do’a. Apa daya seseorang ketika sebab-sebab langit terputus darinya, ia mengangkat kedua tangannya ke langit saat sedang sakit mengharapkan kesembuhan dari penyakitnya, saat ia berada dalam kesusahan yang mengharapkan kelapangan darinya, dan saat ia berada dalam duka yang mengharapkan kelapangan darinya. Ia mengangkat kedua tangannya dengan mengiba kepada Rabbnya agar dihilangkan kesusahannya dan dilapangkan kesedihannya, sedang pintu-pintu langit di tutup karena ia makan haram, maka bagaimana mungkin do’anya akan dikabulkan? Andaikan tidak ada dalam keharaman kecuali kerugian ini, niscaya itu sudah bisa menjadi penjera dan penghalau terbesar untuk tidak makan keharaman. Karena itu, perbaikilah makananmu, niscaya do’amu dikabulkan, dan janganlah tutup pintu-pintu langit dengan makan keharaman. Karena engkau butuh kepada Rabbmu, dan engkau tidak pernah tidak butuh kepada-Nya.

Penya’ir berkata :

Kita menyeru kepada Ilah dalam segala kesusahan
Kemudian kita melupakan-Nya ketika kesusahan telah hilang
Bagaimana mungkin kita mengharapkan terkabulnya do’a
Sedangkan kita menutup jalannya dengan dosa



   3.   Penghalang dari diterimanya sedekah, haji, umrah, dan semua yang di dalamnya terdapat harta haram

Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabada : “Sesungguhnya Allah itu baik tidak menerima kecuali yang baik-baik”. (HR. Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan “Jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang baik dan menaruh kakinya di lembah lalu berseru :’labbaika Allahumma labbaik,’ maka penyeru berseru kepadanya dari langit, ‘Labbaika wa Sa’dik’, bekalmu halal kendaraanmu halal, dan hajimu mabrur tanpa berdosa. Jika ia keluar dengan membawa nafkah yang buruk dan menaruh kakinya di lembah lalu berseru :’Labbaika Allahumma Labbaik’, maka penyeru berseru kepadanya ‘La Labbaik wala sa’dik’, bekalmu haram, nafkahmu haram, dan hajimu tidak mabrur’.” (HR. Ath-Thabrani).

Dalam Al-Musnad disebutkan :”Tidaklah seorang hamba mencari harta dari keharaman lalu menafkahkannya dengan diberi keberkahan, dan tidaklah menyedekahkannya lalu diterima sedekahnya, serta tidaklah ia meninggalkannya di belakang punggungnya melainkan itu semakin menambahnya ke Neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapus keburukan dengan keburukan, tetapi menghapus keburukan dengan kebaikan. Sesungguhnya keburukan itu tidak menghapuskan keburukan”. (HR. Ahmad. Syaikh Al-Albani rahimahullah mendha’ifkannya dalam Dha’iiful Jaami no. 1625).

Anehnya, sebagian orang tidak berhati-hati dari muamalah yang diharamkan. Di samping itu, mereka menyedekahkan dan menyumbangkan dalam aspek-aspek kebajikan berupa membangun masjid dan selainnya, berhaji dan berumroh, serta menyangka bahwa itu akan diterima  dari mereka, dan bahwa sedekah-sedekah ini akan menghapuskan keburukan makan haram. Orang-orang yang merana ini tidak mengetahui bahwa mereka telah membinasakan diri mereka dalam keharaman, dan sedekah mereka tidak diterima, karena sedekah tersebut bukan sedekah yang baik, dan Allah tidak menerima kecuali yang baik.

‘Abdullah bin ‘Umar berkata “Sungguh menolak seperenam dirham dari keharaman adalah lebih baik dari seratus ribu dirham yang dinafkahkan di jalan Allah”.

‘Abdullah bin Al-Mubarak berkata “Sungguh jika aku menolak satu dirham dari syubhat lebih aku sukai dari pada menyedekahkan 600.000 dirham.”

     4. Kerusakan Hati

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Ingatlah, bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging; jika baik, maka seluruh tubuh menjadi baik. Dan jika rusak, maka seluruh tubuh menjadi rusak pula, ketahuilah bahwa itu adalah hati”. (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Ibnu Hajar berkata “Didalamnya terdapat peringatan supaya mengagumkan nilai hati dan menganjurkan supaya memperbaikinya, serta mengisyaratkan bahwa penghasilan yang baik itu memiliki dampak”. (Fath al-Baari). “Imam Ahmad ditanya, ‘dengan apakah hati menjadi lunak? Ia menjawab ‘Dengan makan yang halal’.’’ (Manaaqib al-Imaam Ahmad, hal. 255).

    5. Hidup Dalam Keadaan hina, gelisah lagi bimbang

Hal itu karena ia terombang ambing dalam kemaksiatan kepada Allah, baik pagi maupun petang. Pakaian yang dikenakannya berasal dari keharaman, tempat tinggalnya dari keharaman, makan dan minumnya dari keharaman, dan do’anya tidak dikabulkan. Hatinya dirusak oleh makan keharaman. Kemudian ia berada dalam ketakutan dan kecemasan dari tersingkap urusannya, diketahui pencuriannya dan penjambretannya. Bagaiman merasa tentram orang yang demikian keadaannya, dan merasa tenang orang yang demikian akibatnya, terutama orang melakukan taruhan dan memperdaya orang lain untuk mengambil harta mereka. Engkau melihatanya menjalani kehidupan di siang hari dalam keadaan hina dan di malam hari dalam kedukaan. Ia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ketika tempat dan kampungnya diketahui. Ia ketakutan ketika mendengar  dering teleponnya berbunyi, dan terkejut ketika pintu rumahnya diketuk. Allah berfirman “Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka”. (QS. Al-Baqarah: 4).

Semoga Allah tidak memberkahi harta yang mendatangkan kehinaan, dan perdagangan yang mengakibatkan kesusahan dan kesudahan.

     6. Ancaman dengan adzab yang keras pada hari kiamat

Demi Allah, itu adalah dampak yang besar dan musibah yang parah. Di samping orang yang makan keharaman itu yang mendaptkan duka, kesedihan, kerusakan hati, dan tidak terkabul do’anya, ia juga diberi ancaman dengan api yang menyala-nyala yang hanya dimasuki orang yang paling celaka.

Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”. ( QS. An-Nisa’: 10).

Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirnya orang yang kemasukan syaithan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Sedang Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus  berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah Ta’ala. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu “Adalah penghuni-penghuni Neraka; mereka kekal di dalamny”. (QS. Al-Baqarah: 275).

Dalam hadits disebutkan “Suatu daging yang tumbuh dari keharaman, maka neraka lebih patut baginya”. (. HR. Ath-Thabrani)

Bagamana mungkin orang yang berakal lebih mementingkan dunia daripada akhirat,  lebih mementingkan negeri mereka yang terbatas daripada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, dan dikumpulkan sebagai umpan Jahannam.

Namun, para pencari dunia itu telah dibutakan oleh dunianya, difitnah oleh hawa nafsunya, dan disesatkan oleh Syaithan dari kalangan jin dan manusia, sehingga ia menjadi hamba dinar dan dirham.
Celakalah hamba dinar dan dirham, orang yang merana ini tidak tahu bahwa pada Hari Kiamat kelak ia akan berandai-andai sekiranya bisa menebus dirinya dari adzab dengan semua yang ada di bumi.

Allah berfirman :
Sedang mereka saling melihat. Pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari adzab dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan keluarga yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya”.  (QS. Al-Ma’arij: 11-14)

Demi Allah, jika seorang muslim hidup dalam keadaan fakir hanya cukup dengan memakan sepotong roti, tinggal di dalam tenda terbuat dari bulu, dan hidup dalam keadaan mulia, damai, tentram, dikabulkan do’anya, diterima amalnya, dan selamat dari api yang menyala-nyala, itu lebih disukainya dan lebih mulia daripada hidup di dalam istana yang bisa makan segala macam makanan, memakai pakaian paling mewah, dan mengendarai kendaraan paling mewah, sedang ia dalam kehinaan dan kesusahan, do’anya tidak diterima, amalnya tidak dinaikkan, dan diberi ancaman dengan Neraka yang menyala-nyala. Tapi dimanakah akal yang sehat, dan hati yang berpandangan, yang lebih mengutamakan apa yang ada di sisi Allah berupa kenikmatan dan kemuliaan dibandingkan syahwat dunia dan kesenangannya yang fana?.





 sumber :buku "akibat makanan yang haram" :Abdullah bin Sa'ad Al Faalih




Tidak ada komentar:

Posting Komentar