Rabu, 08 Oktober 2014

”GARA-GARA HAMMAM (KAMAR MANDI)”

Dua hari setelah dikumandangkan Takbir, membesarkan Nama Allah dalam pelaksanaan shalat Idul Adha 1435 H. Masih sibuk mengurus daging kambing dan sapi di rumah Qur’an Mulia. Entah mau diapakan daging mentah itu, dimasak kurang bisa, bisanya makan aja.  Yah.. itulah manusia yang dihiasi dengan akal dan nafsu. Tapi, dengan pengalaman meskipun secuil, akhirnya punya inisiatif untuk memasak daging tersebut dengan Ust. Firman. yah.. tinggal berdua di Rumah Qur’an mulia Jatisari masaknya juga berdua. Dagingnya enak pokoknya ditumis kecap, ditambah lagi hiasan bawang goreng, huu… rasanya udah tidak sabar menyantap makanan tersebut. Yah.. mantap juga masakan ala Ust. Firman. Sebagai pencuci mulut setelah makan daging, ku belah buah semangka seberat 2,1 kg dengan isinya yang berwarna merah darah dan segar kelihatannya. Tiba-tiba dering HP berdering. Tidididididing…… terdengar dering HP itu dari jauh. Dengan tergesah-gesah aku berlari dari dapur menuju sumber bunyi dering HP itu, karena dalam pikiranku, itu telfon dari Ibuku, udah sekitar satu bulan belum berkomunikasi dengan mereka. Namun ternyata ketika HP itu ada dalam genggaman tanganku, ku lihat nama yang tertlihat jelas di layar HP itu “panggilan dari Satrio Rohis”. Yah… salah presepsi, ternyata bukan orang tua. Tapi, senang juga karena sahabat SMA masih kuat ikatan tali silaturahimnya. Alhamdulillah. “Assalamu alaikum” ku ucapkan salam dalam pembicaraan tersebut melalui HP. Dengan suara yang kecil, Satrio menjawab salamku “wa’alaikum Salam, antum ada di rumah Qur’an ngga?” Tanya Satrio. “iya, ana di Rumah Qur’an, lagi libur jadi ngga keluar-keluar”.jawabku. “boleh main ke sana ngga sekaligus  numpang Hammam ?”. Tanya Satrio lagi. (hammam itu kamar mandi dalm bahasa Arab) lumayan lucu juga mau numpang hammam katanya. Hehe..“o..iya sangat boleh Sat”. jawabku dengan lantang. “ok, tunggu ana ya” kata Satrio.
                Dalam putaran waktu sekitar 2 menit, terdengar suara bunyi motor di depan rumah. Yah.. sudah ku tebak itu pasti Satrio. Ku letakkan pisau dan buah semangka nan segar itu di meja dapur dan langsung menuju ke depan rumah. Dari jauh terlihat motor beat berwarna pink dengan dua orang lelaki yang berboncengan. Dalam pikiranku itu bukan Satrio karena sebelumnya belum pernah melihat Satrio menggunakan motor beat berwarna pink itu ke rumah Qur’an. Tapi, ketika sang 2 lelaki itu membuka helm, ku tatap muka lelaki itu yang nyetir motor. Sepertinya saya kenal orang ini “kata hatiku”. Yah..udah pasti itu adalah Satrio. Dan satunya lagi saya tidak mengenalnya, belum pernah melihatnya sebelumnya. “Assalamu alaikum, kenalin ini adik ana” kata Satrio, mengenalkan saya dengan adiknya. Tapi yah..saya lupa namanya siapa. Yang saya ingat adiknya Satrio masih duduk di bangku kelas 2 SMP yang tingginya lebih dari saya. Kalau diperhatikan dari muka dan ukuran tinggi badannya, adiknya Satrio seperti anak SMA lah. Ku ajak mereka berdua masuk ke dalam rumah. Tapi lucunya, pas mereka masuk rumah, Satrio mencari Hammam. Ya.. itulah tujuan utamnya ke rumah Qur’an, entah ia mau setor sesuatu atau apalah saya juga tidak tau. Langsung saya ajak Satrio ke Hammam, dengan terburu-buru, ia masuk ke dalam hammam. Sedangkan adiknya saya ajak ngobrol di ruang TV dan biasa juga ruangan itu digunakan ketika anak-anak menyetor hafalan Qur’an ke saya. “mari silahkan duduk”. Kataku saat mempersilahkan adik Satrio duduk di lantai yang bertikar warna kuning. Maklumlah ya, tidak ada kursi kodong. Kuhidangkan buah semangka yang berawarna merah darah nan segar itu di hadapannya. Namun, tampaknya ia masih terlihat malu-malu kucing, karena baru kenal denganku (Teman SMA kakaknya dan satu organisasi di ROHIS). Aneh, adiknya Satrio tidak mau duduk, seperti ada sebuah duri tajam dilantai sehinnga ia enggan duduk. Satrio datang dengan muka dan tangan yang basah. Ya, saya tebak dia sudah berwudhu. Dan kupersilahkan ia duduk di lantai sama seperti adiknya. Dengan senang hati, Satrio duduk dan bersandar di tembok berwarna kuning. Dan menegur adiknya yang sibuk mondar mandir dalam ruangan itu, “dek, duduk”. Kata Satrio. Tapi adiknya Cuma cengengesan aja dan tetap mondar mandir. “dek, bisa duduk tidak?”. Tanya Satrio kepada Adiknya.  Yah.. udah ciri khasnya kali, adiknya Satrio tetap cengengesan aja. Tapi sepertinya ia mengikuti kata kakaknya, ia duduk tepat di depan kakaknya. Banyak hal yang kami obrolkan dalam silaturahim ini. Intinya adalah membicarakan akan dunia hafidz. Yang awalnya Satrio silaturahim karena mau ke hammam aja. Alhamdulillah adik Satrio sudah menghafal 3 juz, sedangkan Satrionya sendiri saya kurang tau, karena ia tidak pernah mengatakan berapa juz ia hafal. Tapi intinya ia adalah seorang hafidz. Saking cintanya dengan dunia hafidz, ia mengundurkan diri dari kantornya sebagai notaris. Ia adalah anak yang hebat menurutku, kenapa?. Karena ia lebih mementingkan akhirat dari pada kepentingan dunianya. Satrio adalah alumni SMAN 7 Bekasi sama sepertiku. Betapa saya bersyukur punya sahabat baik seperti Satrio. Karena ia punya mimpi menjadi seorang hafidz.  Yang ia tanamkan adalah “ ketika ia mengejar dunia, hidupnya bisa aja sengsara di akhirat, tapi sebaliknya, jika ia mengejar  akhirat, maka dunia akan ikut”. Saya dapat mengambil hikmah dari semua ini. Satrio bercerita panjang lebar pengalaman kerjanya di depanku, tentang dunia kerja di kantor. Ku cap ia adalah anak yang hebat. Dan tidak jauh berbeda dengan adiknya yang cinta dengan dunia hafidz juga. Dalam pertengahan obrolan itu, Satrio dan adiknya bercanda penuh dengan canda tawa. Dan saya pun ikut tertawa. Sejenak itu, terlintas di benakku saat saya kecil dan duduk di bangku SD dan SMP. saya sering bercanda tawa dengan kakakku yang begitu baik terhadapku, mengajarku membaca Al-Qur’an dan hidup mandiri di pesantren. Saat ini, kakakku hanya terlihat dalam angan-anganku yang penuh dengan rasa kerinduan yang luar biasa karena terpisahkan oleh ruang dan waktu dan dibatasi oleh pulau Sulawesi. Sempat iri saat itu melihat Satrio dan adiknya bercanda dan tertawa terbahak-bahak. Namun, saya juga ikut tertawa dan terlihat  gembira di depan mereka. Meskipun kakakku nan jauh disana menunggu kesuksesan dan hasil perjuanganku di perantauan. Alhamdulillah banyak cerita hari itu yang kami obrolkan bersama. Yang awalnya alasan pertama Satrio hanya ingin numpang hammam katanya. Tapi merembet ke dunia hafidz dan sempat ia juga menceritakan cita-cita masa depannya. Jazakallah, Semoga sukses bareng di jalan Allah SWT. Amin.


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar