”GARA-GARA HAMMAM (KAMAR
MANDI)”
Dua hari setelah dikumandangkan Takbir,
membesarkan Nama Allah dalam pelaksanaan shalat Idul Adha 1435 H. Masih sibuk
mengurus daging kambing dan sapi di rumah Qur’an Mulia. Entah mau diapakan
daging mentah itu, dimasak kurang bisa, bisanya makan aja. Yah.. itulah manusia yang dihiasi dengan akal
dan nafsu. Tapi, dengan pengalaman meskipun secuil, akhirnya punya inisiatif
untuk memasak daging tersebut dengan Ust. Firman. yah.. tinggal berdua di Rumah
Qur’an mulia Jatisari masaknya juga berdua. Dagingnya enak pokoknya ditumis
kecap, ditambah lagi hiasan bawang goreng, huu… rasanya udah tidak sabar
menyantap makanan tersebut. Yah.. mantap juga masakan ala Ust. Firman. Sebagai
pencuci mulut setelah makan daging, ku belah buah semangka seberat 2,1 kg
dengan isinya yang berwarna merah darah dan segar kelihatannya. Tiba-tiba
dering HP berdering. Tidididididing…… terdengar dering HP itu dari jauh. Dengan
tergesah-gesah aku berlari dari dapur menuju sumber bunyi dering HP itu, karena
dalam pikiranku, itu telfon dari Ibuku, udah sekitar satu bulan belum
berkomunikasi dengan mereka. Namun ternyata ketika HP itu ada dalam genggaman
tanganku, ku lihat nama yang tertlihat jelas di layar HP itu “panggilan dari
Satrio Rohis”. Yah… salah presepsi, ternyata bukan orang tua. Tapi, senang juga
karena sahabat SMA masih kuat ikatan tali silaturahimnya. Alhamdulillah.
“Assalamu alaikum” ku ucapkan salam dalam pembicaraan tersebut melalui HP.
Dengan suara yang kecil, Satrio menjawab salamku “wa’alaikum Salam, antum ada
di rumah Qur’an ngga?” Tanya Satrio. “iya, ana di Rumah Qur’an, lagi libur jadi
ngga keluar-keluar”.jawabku. “boleh main ke sana ngga sekaligus numpang Hammam ?”. Tanya Satrio lagi. (hammam
itu kamar mandi dalm bahasa Arab) lumayan lucu juga mau numpang hammam katanya.
Hehe..“o..iya sangat boleh Sat”. jawabku dengan lantang. “ok, tunggu ana ya”
kata Satrio.
Dalam putaran waktu sekitar 2
menit, terdengar suara bunyi motor di depan rumah. Yah.. sudah ku tebak itu
pasti Satrio. Ku letakkan pisau dan buah semangka nan segar itu di meja dapur
dan langsung menuju ke depan rumah. Dari jauh terlihat motor beat berwarna pink
dengan dua orang lelaki yang berboncengan. Dalam pikiranku itu bukan Satrio
karena sebelumnya belum pernah melihat Satrio menggunakan motor beat berwarna
pink itu ke rumah Qur’an. Tapi, ketika sang 2 lelaki itu membuka helm, ku tatap
muka lelaki itu yang nyetir motor. Sepertinya saya kenal orang ini “kata
hatiku”. Yah..udah pasti itu adalah Satrio. Dan satunya lagi saya tidak
mengenalnya, belum pernah melihatnya sebelumnya. “Assalamu alaikum, kenalin ini
adik ana” kata Satrio, mengenalkan saya dengan adiknya. Tapi yah..saya lupa
namanya siapa. Yang saya ingat adiknya Satrio masih duduk di bangku kelas 2 SMP
yang tingginya lebih dari saya. Kalau diperhatikan dari muka dan ukuran tinggi
badannya, adiknya Satrio seperti anak SMA lah. Ku ajak mereka berdua masuk ke
dalam rumah. Tapi lucunya, pas mereka masuk rumah, Satrio mencari Hammam. Ya..
itulah tujuan utamnya ke rumah Qur’an, entah ia mau setor sesuatu atau apalah
saya juga tidak tau. Langsung saya ajak Satrio ke Hammam, dengan terburu-buru,
ia masuk ke dalam hammam. Sedangkan adiknya saya ajak ngobrol di ruang TV dan
biasa juga ruangan itu digunakan ketika anak-anak menyetor hafalan Qur’an ke
saya. “mari silahkan duduk”. Kataku saat mempersilahkan adik Satrio duduk di
lantai yang bertikar warna kuning. Maklumlah ya, tidak ada kursi kodong. Kuhidangkan
buah semangka yang berawarna merah darah nan segar itu di hadapannya. Namun,
tampaknya ia masih terlihat malu-malu kucing, karena baru kenal denganku (Teman
SMA kakaknya dan satu organisasi di ROHIS). Aneh, adiknya Satrio tidak mau
duduk, seperti ada sebuah duri tajam dilantai sehinnga ia enggan duduk. Satrio
datang dengan muka dan tangan yang basah. Ya, saya tebak dia sudah berwudhu.
Dan kupersilahkan ia duduk di lantai sama seperti adiknya. Dengan senang hati,
Satrio duduk dan bersandar di tembok berwarna kuning. Dan menegur adiknya yang
sibuk mondar mandir dalam ruangan itu, “dek, duduk”. Kata Satrio. Tapi adiknya
Cuma cengengesan aja dan tetap mondar mandir. “dek, bisa duduk tidak?”. Tanya
Satrio kepada Adiknya. Yah.. udah ciri
khasnya kali, adiknya Satrio tetap cengengesan aja. Tapi sepertinya ia
mengikuti kata kakaknya, ia duduk tepat di depan kakaknya. Banyak hal yang kami
obrolkan dalam silaturahim ini. Intinya adalah membicarakan akan dunia hafidz. Yang
awalnya Satrio silaturahim karena mau ke hammam aja. Alhamdulillah adik Satrio
sudah menghafal 3 juz, sedangkan Satrionya sendiri saya kurang tau, karena ia
tidak pernah mengatakan berapa juz ia hafal. Tapi intinya ia adalah seorang
hafidz. Saking cintanya dengan dunia hafidz, ia mengundurkan diri dari
kantornya sebagai notaris. Ia adalah anak yang hebat menurutku, kenapa?. Karena
ia lebih mementingkan akhirat dari pada kepentingan dunianya. Satrio adalah
alumni SMAN 7 Bekasi sama sepertiku. Betapa saya bersyukur punya sahabat baik
seperti Satrio. Karena ia punya mimpi menjadi seorang hafidz. Yang ia tanamkan adalah “ ketika ia mengejar
dunia, hidupnya bisa aja sengsara di akhirat, tapi sebaliknya, jika ia
mengejar akhirat, maka dunia akan ikut”.
Saya dapat mengambil hikmah dari semua ini. Satrio bercerita panjang lebar
pengalaman kerjanya di depanku, tentang dunia kerja di kantor. Ku cap ia adalah
anak yang hebat. Dan tidak jauh berbeda dengan adiknya yang cinta dengan dunia
hafidz juga. Dalam pertengahan obrolan itu, Satrio dan adiknya bercanda penuh
dengan canda tawa. Dan saya pun ikut tertawa. Sejenak itu, terlintas di benakku
saat saya kecil dan duduk di bangku SD dan SMP. saya sering bercanda tawa
dengan kakakku yang begitu baik terhadapku, mengajarku membaca Al-Qur’an dan
hidup mandiri di pesantren. Saat ini, kakakku hanya terlihat dalam angan-anganku
yang penuh dengan rasa kerinduan yang luar biasa karena terpisahkan oleh ruang
dan waktu dan dibatasi oleh pulau Sulawesi. Sempat iri saat itu melihat Satrio
dan adiknya bercanda dan tertawa terbahak-bahak. Namun, saya juga ikut tertawa
dan terlihat gembira di depan mereka.
Meskipun kakakku nan jauh disana menunggu kesuksesan dan hasil perjuanganku di
perantauan. Alhamdulillah banyak cerita hari itu yang kami obrolkan bersama.
Yang awalnya alasan pertama Satrio hanya ingin numpang hammam katanya. Tapi
merembet ke dunia hafidz dan sempat ia juga menceritakan cita-cita masa
depannya. Jazakallah, Semoga sukses bareng di jalan Allah SWT. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar