“MENGADU NASIB DI PERANTAUAN”
Para pembaca
yang dirahmati Allah. Mungkin tidak asing lagi kita mendengar sebuah kisah sang
perantau yang sukses di kemudian hari. Merantau, ya.. dalam perantauan memang
banyak cobaan yang datang menerpa. Kali ini saya akan menyampaikan sebuah kisah
sang perantau yang mengadu nasib di Jakarta.
Tepat pada
tanggal 15 Juni 2011 yang lalu, di gedung Grahapena Makassar. Berkumpullah para
penerima beasiswa pendidikan SMA di Jakarta
untuk mengikuti acara pelepasan. dari berbagai macam kabupaten dan anak
pelosok dari provinsi Sulawesi Selatan. Salah satunya adalah Mujammil Abdullah
yang biasa dipanggil Jammil, Emil dan
Amure. Ya… namanya emang banyak, tapi orangnya tetap satu dan mukanya tidak pernah
berubah. Jammil ini adalah seorang perantau dari kabupaten sinjai Provinsi
Sulawesi Selatan. Ia mulai merantau di Jakarta tepat pada tanggal 16 Juni 2011 yang lalu. Kesempatannya
mendapatkan beasiswa pendidkan SMA dari Yayasan Muslim Jabl Haq (YMJH),
membuatnya punya semangat juang yang sangat tinggi. Ia bermimpi menjadi seorang
Bupati yang cerdas, Bupati yang bisa membangun Kabupatennya yang nan jauh
disana. Selama ia SMA, ia menjabat sebagai ketua Asrama pada tahun kedua di
perantauannya. Memimpin teman-temannya mengadakan sebuah acara yang diadakan
se- Kota Bekasi. Yaitu turnament futsal U 19. Dan acara itu sukses dengan
meriah. Kebetulan dalam acara itu saya yang menjabat sebagai koordinator
keuangannya. Hehe…lumayan banyak juga dana yang digunakan.
Diperantauan
inilah Jammil mengadu nasib, belajar yang giat hingga ia bisa menjadi juara
kelas. Alhamdulillah. Tekadnya dan niatnya memang kuat yang tidak bisa
terpatahkan oleh apa pun. Jammil adalah sang perantau yang kuat. Ia tidak
pernah goyah setiap cobaan datang menerpanya. Ia punya benteng yang kuat yaitu
niat dan tekad untuk meraih cita-citanya. Semua itu terlihat ketika ia lulus
SMA pada tahun 2014 ini, dan menjadi alumni SMAN 11 Kota Bekasi. Ia mulai hidup
selangkah demi selangkah dengan ditemani oleh kehidupan yang begitu keras di perantau di Ibu Kota. Setelah
lulus SMA, Jammil mendaftar kuliah di UNPAD melalui jalur seleksi nasional
masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Namun hasilnya ia gagal. Jammil tidak
berhenti disitu saja. Ia mendaftar lagi di UNHAS melalui jalur seleksi bersama
masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Namun jalur ini membuatnya ia gagal
lagi. Apakah Jammil berhenti berjuang? Apakah Jammil menyerah? TIdak!! Ia tidak
pernah menyerah dengan tantangan hidup ia lewati. Ia selalu terlihat bahagia
meski hatinya berat menjalani hidup di perantauan. Dengan kegagalan itu, ia
bekerja dan menabung saat ini untuk membiayai kuliahnya tahun depan. Bagaimana
kehidupannya saat ini? Sungguh luar biasa berat. Saya tau karena ia adalah
teman seperjuanganku di perantauan. Ia berangkat kerja mulai dari jam
06.30 pagi dengan bersepeda. Sedangkan
tempat kerjanya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Ia bekerja di koperasi
madina Indonesia. Iya, memang keren nama tempat kerjanya. Tapi pekerjaannya
tidak sekeren dengan kerjanya, beda 180 derajat. Menagi utang di setiap rumah
yang meminjam uang di koperasi, yah.. itulah pekerjaannya si Jammil. Yang
menurut saya lumayan butuh tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Meskipun
begitu, semangatnya tetap membara untuk meraih cita-citanya. Ia kadang curhat
dengan saya akan kehidupan yang begitu keras di perantauan. Selalu ku simak
dengan baik bait per bait kata-kata yang ia ucapkan ketika curhat. Sedih..yah..
begitulah yang saya rasakan mendengarkan curahan hatinya.tapi seperti yang saya
katakana tadi, ia selalu terlihat tersenyum. Selalu ku do’akan semoga ia
menjadi orang sukses, menjadi seorang Bupati kabupaten Sinjai yang amanah,
tidak korupsi dan selalu menyerahkan dirinya kepada Allah SWT. Selamat berjuang
Jammil, saya sahabatmu yang selalu mendo’akanmu selalu. Mintalah do’a dari
orang tuamu, dan dekatkan dirimu kepada Allah SWT. Kita sama-sama sang
perantau, yakinlah kita pasti bisa berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar