Minggu, 12 Oktober 2014

Risal anak Aren

                                                             “RISAL ANAK AREN”

Disaat matahari mulai bersembunyi dibalik gunung lompo battang. Terdengar suara tangisan seorang bayi. Diiringi  dengan hembusan angin sepoi-sepoi dunia menyambut kelahiran bayi itu dengan senyuman bahagia.Suara tangisan seorang bayi itu bagai nyanyian rindu untuk Ayah dan Ibunya. Burung-burung pun terbang tinggi di angkasa dan berkicau riang menyambut kelahiran seorang bayi ke 5 dari pasangan suami istri H.Sulle dan Sabo di sebuah Desa yang hanya terdapat beberapa rumah kayu. Bayi itu diberi nama RISAL SULLE. Ya.. itulah aku yang terlahirkan dari pelosok Desa jauh dari keramaian kota. Hari semakin gelap meninggalkan cahaya mentari yang telah bersinar menyinari bumi. Dan suara tangisanku mulai membisu bersama malam yang bahagia bagi Ayah dan Ibuku atas kelahiranku. Masa kecil itu, membawa undangan cinta sang buah hati. Dan membawa kebahagiaan yang tersimpan dalam memori cinta seorang bunda yang telah memperjuangkan hidup dan matinya hingga anaknya dapat lahir dan menikmati hidup.
Waktu yang terus berputar , masa kecil itu membawaku berjalan di dunia yang penuh dengan liku-liku. Dan cobaan hidup tiada hentinya bagai gelombang air laut yang tek pernah berhenti menghembuskan buih  ke pinggir pantai. Aku menjalani hidup bersama keluarga yang sangat aku cintai. Terutama Ayah dan Ibuku serta kakak perempuan satu-satunya yang bernama Nurmi. Aku menginjakkan kaki di SD saat berusia 4 tahun. Tak heran, seharusnya aku belum boleh menginjak masa SD karena umurku yang masih 4 tahun. Tapi, berkat keinginanku yang kuat, aku diterima di SDN 51 Parang Silibbo. Saat itu, ketika aku ke sekolah suara ledekan yang diiringi tawa orang-orang tak pernah berhenti bergelombang dikedua kupingku. Karena sepatuku yang lebar seperti kura-kura yang bertali rapiah, dan juga baju seragamku yang ditambal, serta celanaku yang sobek membuat orang semakin ramai mentertawakanku. Aku kehilangan semangat belajar saat itu, karena tidak kuat jika harus mendengar suara tawa dan ledekan setiap aku berjalan kaki menuju ke sekolahku. Ayahku yang  bekerja sebagai petani singkong, merasa bersalah besar karena belum mampu membelikanku seragam dan sepatu baru, karena makan aja susah bagi mereka. Belum lagi kakak-kakakku yang sekolah di SLTP di Bonto Nyeleng yang membutuhkan biaya lebih besar dibandingkan aku. Karena semangat belajarku turun, aku  tidak bisa naik ke kelas 2 SD Selama 2 tahun karena nilai rata-rataku hanya 4,00. Nilai itu sangat menyedihkan. Segudang kekecewaan yang tertampung dalam diriku dan Kristal beningku mulai tertumpah dan membasahi kedua pipiku.
Dua tahun dikelas 1 SD, aku bangkit dari kegagalanku itu. Dan akhirnya aku bisa naik ke kelas 2 SD dengan peringkat VIII. Kebahagiaan datang membawa senyuman indah ke hadapanku, Dan Ayahku yang tadinya bekerja sebagai petani singkong, kini beliau bekerja sebagai  pembuat gula merah yang terbuat dari air pohon aren atau dalam bahasa makassarnya “tuak tanning”. Dengan izin Allah yang maha kuasa, tuak tanning itu bisa menghidupiku beserta keluarga yang sangat aku banggakan. Seiring dengan perjuangan yang berkobar dalam kepribadianku, aku bisa meraih juara 1 dikelas saat aku duduk dibangku kelas 4 SD. Aku tak mau lagi ada diurutan  paling belakang. Disamping aku juara 1 di kelas, aku juga aktif ekstrakurikuler di sekolah mulai dari pramuka,SKJ,adzan,volley,MTQ,MHQ,. Dan aku juga pernah menjuarai lomba MTQ tingkat kabupaten di bulukumba. Alhamdulillah.. bukannya sombong yee.. Selain itu, aku pernah menjuarai lomba SKJ. Dan masih banyak prestasi  yang pernah ku raih semasa SD. Ayahku bangga melihat perkembangan anaknya yang pernah tinggal kelas selama 2 tahun. Semuanya bagai mimpi yang tak pernah terduga dalam hidupku. Meskipun aku dan kakak-kakakku hanya sebagai anak dari sang Ayah yang hidup berkat pohon aren, tapi aku tetap bangga punya Ayah yang tidak tergila-gila dengan harta benda. “kekayaan itu tidak akan bisa merubah hidup menjadi tentram, tapi iman yang kuatlah yang bisa merubah hidup menjadi tentram dan bahagia bahkan sampai dikehidupan yang hakiki yaitu akhirat” itulah prinsip Ayahku. Kalau memang dibandingkan dengan anak-anak yang lain, akulah yang jarang membawa uang jajan ke sekolah. aku hanya membawa buah rambutan dan duku untuk mengisi perutnya saat kelaparan di sekolah. Seperti yang pernah aku ceritkan sebelumnya yang berjudul mimpi tidak tertulis. Hehe..
Seiring dengan waktu yang terus berputar, aku melanjutkan pendidikan di SMP islam terpadu pondok pesantren Al-Furqan pusat Ereng-Ereng kabupaten Bantaeng. Disitulah aku mulai berpisah dengan orang tuaku, dan aku bisa   hidup mandiri di pesantren tersebut. Di pesantren, aku dibekali dengan ilmu-ilmu Agama Islam diantaranya  adalah Nahwu saraf,Hadits arbain,Bulugul maram dan masih banyak lagi pelajaran yang bisa ku pelajari  di pesantren. Bahkan, aku masih bisa mengukir prestasiku di pesantren. Aku pernah menjuarai beberapa lomba islami yaitu lomba da’i, MTQ, puisi islami, pop song, puisi kompak, drama, dan juara umum saat perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 2010). Di pesntren, aku  benar-benar merasa hidup mandiri. Aku masak sendiri. Biasanya, aku memasak nasi untuk makan siang dan makan malam. Dengan laup yang tak ada rasa yang lain selain rasa asing yang bergoyang dilidahnya (garam). Bukannya orang tuaku miskin amat, tapi aku tidak mau jika harus meminta uang untuk membeli makanan yang  enak-enak. Apalagi, Ayahku hanya sebagai petani dan pembuat gula merah yang  terbuat dari air pohon aren. Ketika aku pulang kampung, aku dipercaya oleh masyarakat disekitarnya untuk menjadi imam saat shalat berjama’ah, berceramah di bulan ramadhan dan juga khutbah setiap hari jum’at.

Tiga tahun lamanya aku menikmati hidup di Pondok Pesantren Al-Furqan. Dan hal itu yang menjadi salah satu kenangan hidupku semasa di pesantren yang tak akan pernah hilang dalam gelapnya malam dan tak pernah pudar sampai hembusan nafas terakhirku. Aku  bahagia punya Ayah yang begitu penyayang dan selalu mengabdi kepada Allah yang maha kuasa. Meskipun aku hidup sederhana bersama keluarga, aku bisa menginjakkan kaki di Ibu kota Negara (Jakarta) untuk melanjutkan pendidika SMA dengan beasiswa penuh. Dan selesai pada tahun 2014 ini. Lumayan membanggakan jugalah ya. Dan saat ini lanjut kuliah di Seklah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Darul Hikmah di Kota Bekasi. Semoga ke depannya makin sukses. O..iya jadi maka juga guru kodong. Tapi guru tahfidzji kodong dan bahasa Arab dasar di TK. Tapi tidak apa-apaji. Yang penting bisaka hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar