Para pengunjung blog saya yang
setia, J
sebelumnya saya pernah nge post sebuah cerita yang berjudul “jangan kau fitnah
aku menghamilimu”. Kata orang sih ceritanya mesum dan menyedihkan. Tapi bagi
saya gak bermasalah akan hal itu. Mau mesum kek, mau lucu kek, mau menyedihkan kek sampai-sampai
menjatuhkan banyak air mata dan butuh handuk good morning untuk memerasnya. Nah…kali
ini saya akan berbagi kisah dari Desa yang sama yaitu Desa Somba Palioi. Seperti
apa kisahnya??? Mau tau aja atau mau tau bangat?? Atau dua-duanya?? Ok…berikut
kisahnya.
Dumma’ adalah seorang lelaki
gagah perkasa,ototnya gede dan sangat kuat. Ia adalah adik kedua Ayahku. Dan saya
biasa menyapanya Om Dumma’. Om Dumma’ ini adalah salah satu sosok lelaki yang
ditakuti oleh Masyarakat di kampung. Karena setiap ada masalah yang ia
hadapi,pasti menyelesaikannya dengan cara berantem pake golok. Bener-bener nih
orang!! Ini mah bukan menyedihkan ya tapi mesum kuadrat. Eh…bukan mesum kuadrat
deh tapi mesum kubik .
Nah…Om Dumma’ ini menikah dengan seorang wanita dari tetangga Desa sendiri. Istrinya
gak cantik sih, tapi orangnya baik, lemah lembut, baik hati dan tidak sombong
deh pokoknya. Istri Om Dumma’ biasa
disapa Tante Mira. Om Dumma’ dan Tante Mira mempunyai anak sebanyak 7 orang. Setelah beberapa tahun
Om Dumma’ dan Tante Mira merawat ke 7 orang anaknya, dan membina keluarganya
dengan penuh kasih sayang. Namun akhirnya kebahagiaan mereka terputus dengan
sebuah perceraian dengan alasan yang tidak saya ketahui. Setelah mereka bercerai, ke 7 orang anak-anak
mereka hidup dengan Ibunya sendiri, dan
tidak ada satu pun yang memilih untuk hidup dengan Ayahnya. Namun, meski ke 7
anak ini hidup tanpa dinafkahi oleh sang Ayah, mereka tetap bahagia karena
mereka hidup dalam dunia kasih sayang seorang Ibu.
Beberapa tahun kemudian, Om Dumma’
menikah lagi denga seorang Wanita dari Tiro. Om Dumma’ menjual kebun warisan
dari Sang Ayah. Karena butuh dana untuk menikahi Tante Abo. Setelah beberapa
bulan mereka sah menjadi suami istri, Om
Dumma’ dan Tante Abo memutuskan untuk pergi ke Malaysia untuk mencari nafkah. Dan
akhirnya suami istri ini pergi ke Malaysia bersama Om Maring dan Om Tahi. Nah…
selama Om Dumma’ dan Tante Abo di Malaysia, saya kurang tau tuh bagaimana
kehidupan mereka disana. Yang saya tau
adalah mereka baik-baik aja disana. Dan pulang setelah beberapa tahun kemudian
dan dikaruniai 3 orang anak. Jadi, berapami kira-kira anaknya Om Dumma’ ke’nang.
Eh…sepuluhmi toh. Iye gitte sepuluhmi. Allele….kencang todo di. Nah… setelah Om
Dumma’ dan Tante Abo pulang ke kampung, mereka membangun sebuah rumah yang
sangat amat sederhana. Yaitu berupa rumah panggung kecil, tidak ada kamarnya
akhirnya mereka tidur di depan dapur. Setelah beberapa bulan mereka hidup dengan
rumah panggung yang amat sederhana itu, Tante Abo tiba-tiba sakit. Matanya merah,
kulitnya menjad dingin dan tidak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata indah
buat suami dan anak-ananya. Entahlah penyakit apa yang dideritanya. Yah..namanya
juga kampung kodong, jauh dan sangat susah untuk dibawah ke dokter. Jadi, kalau
ada yang sakit, dibiarkan begitu saja. Setelah seminggu Tante Abo sakit,
ajalnyanya pun datag menjemputnya. Om Dumma’ saat itu terlihat saaaangat amat
sedih, matanya merah dan terlihat Kristal bening di matanya mulai tumpah
membasahi ke dua pipinya. Ke 3 anaknya pun menangis histeris, “aaaaaaaaaa…….oooo…..ammaaaaaa….angngura
nu pilari I ya..oooo…karaaaeeeeng…. ammakku kodoooong…”. Kata itulah yang berulang
kali keluar dari mulut ke 3 anak Tante Ambo disertai dengan kesedihan yang
saaaangaaaat mendalam. Mau jugaka ku rasa menangis loh… dan akhirnya ke 3 anak
ini menjadi piatu dan hidup bersama sang Ayah.
Setahun setelah Tante Abo
meninggal, Om Dumma’ menikah lagi dengan seorang wanita cantik dan sangat mahir
membaca Al-Qur’an. Siapakah dia? Do you know or no? ok…dia adalah guru ngaji
saya. Wihhhh hebat bener ya. Om Dumma’ menjual lagi kebunnya untuk menikahi
Guru ngaji saya yang biasa disapa Puang Sia. Semenjak Om Dumma’ menikahi Puang
Sia, ia terlihat semakin bahagia terus memuji istrinya yang cantik itu. Dan ke
3 anak Om Dumma’ hidup bersama dengan Puang Sia dan menjadilah mereka anak
tiri. Namun, kebahagiaan Om Dumma’ menjadi penderitaan ke 3 anaknya. Mengapa demikian?
Ke 3 anak ini diperlakukan oleh Ibu tirinya (Puang Sia) seperti pembantu. Tidak
boleh makan sebelum mereka kerja, mencangkul
di kebun, mencari kayu bakar dari hutan, mengambil air disumur yang jauhnya 2
km dari rumah. Belum lagi disuruh menyapu di rumah plus mengepel dan menyapu
halaman rumah sampai bersih. Setelah pekerjaan selesai, barulah ke 3 anak ini
makan. Tapi, makannya sediktji kodong. Dikasinya satu sendok nasi doang dan 5
ekor ikan teri. Hampir setiap hari ke 3 anak ini makan seperti itu menunya. Iiii….kodong.
Nah… setahun setelah Puang Sia menjadi istri bagi Om Dumma’ ia melahirkan
seorang anak laki-laki dan diberi nama Fikri Haikal. Anak ini saaaangat
dimanjakan oleh Puang Sia. Minta dibelikan apa aja pasti dipenuhi. Dan ke 3
anak Om Dumma’ dilantarkan begitu saja tanpa perhatian penuh dari Om Dumma’. Akhirnya
ke 3 anak ini hidup terpisah dan tidak hidup bersama lagi. Anak pertama ke Malaysia, anak kedua dirawat oleh
neneknya di Kajang dan anak terakhir dirawat oleh seorang wanita tua yang tidak
kenalnya. Setelah umur Fikri menginjak diusia 4 tahun, sebuah takdir Allah
datang secara tiba-tiba. Fikri terbakar oleh api dan dilarikan ke rumah sakit
Umum Kabupaten Bulukumba. Lima bulan lamanya Fikri dalam keadaan koma dirumah
sakit. Membuat Puang Sia bersedih teramat amat sangat. Sampai-sampai matanya
membengkak menangisi anaknya yang koma selama 5 bulan di rumah sakit. Namun, hal yang aneh terjadi pada Om Dumma’.
Sudah tau bahwa anaknya lagi koma dan istrinya saaaangat sedih. Eh….malah Om
Dumma’ ini selingkuh dengan wanita lain alias perawan tua diatas penderitaan
anaknya. Na’udzu bllahi min dzalika. Lanjut cerita, setelah Fikri koma selama 5
bulan, ajalnya pun datang menjemputnya dimalam hari yang diiringi dengan
derasnya hujan. Setelah Fikri meninggal dan Om Dumma’ hidup berdua dengan Puang Sia lagi, Om Dumma’
mulai bosan dan bertingkah aneh kepada Puang Sia dikarenakan Om Dumma’ sudah
punya wanita simpanan lagi.
Dan akhirnya Om Dumma’ pergi meninggalkan Puang Sia
dan menikahi wanita selingkuhannya itu dan ia menjual kebun satu-satunya. Semenjak
Om Dumma’ punya istri yang baru alias istri ke empat, ia tidak pernah lagi
menemui Puang Sia. Dan Om Dumma’ ini saaangat bahagia dengan istri ke empatnya.
Ia menganggap bahwa istri ke empatnya adalah istri yang menyimpan sebuah cinta
sejati. Bagaimana tidak Om Dumma’ sangat dimanjakan oleh Istri ke empatnya ini.
dipijitin, dielus-elus pokoknya bermacam-macam deh. Namun, setelah berapa bulan
Om Dumma’ hidup bahagia dengan Istri ke empatnya, ia terkena penyakit yang
membuatnya tidak bisa bangun dari tempat tidur, kencing dan beol di tempat
tidur. Tapi, sang Istri ke empat tetap merawatnya dengan penuh kasih sayang. tawwa..namanya juga cinta sejati. Dan
istri ke empat ini melahirkan. Tapi sayang sejuta sayang anaknya tidak selamat
alias meninggal dunia dan tidak sempat menikmati panahnya hidup di dunia. Dan Om
Dumma’ sampai saat ini masih terbaring sakit dan bertambah parah, ada sebuah
benjolan-benjolan di pinggangnya mengeluarkan darah bercampur nanah. Na’udzu
billahi min ndzalika. Mungkin ini adalah sebuah hukuman di dunia baginya karena
telah melantarkan anak-anaknya dan tidak bertanggung jawab atas istri-sitri
sebelumnya. Wallahu wa’lam. Semoga kita semua nantinya menjadi seorang suami
yang bertanggung jawab bagi istri-istri serta anak-anak kita nanti (bagi yang
laki-laki). Aminnn….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar